Delikcom.com, Ketapang – Ribuan karyawan PT. Well Harvest Winning (WHW) Alumina Refinery yang tergabung dalam dua serikat buruh yakni SBSI dan FSBSPK mengancam akan melakukan aksi mogok kerja dan demontrasi. Selain itu, para karyawan juga menuntut sejumlah hak mereka termasuk memproses Tenaga Kerja Asing (TKA) asal Tiongkok yang kerap melakukan pelecehan terhadap karyawati asal Indonesia.
Ketua Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) PT. WHW-AR, Aliman Husin membenarkan adanya rencana mogok kerja dan demonstrasi yang akan dilakukan ribuan karyawan yang tergabung dalam dua serikat buruh diantaranya SBSI dan FSBSPK yang ada di PT. WHW-AR.
“Surat tuntutan sudah kami sampaikan ke managemen perusahaan termasuk tembusannya ke pihak terkait pertanggal 1 Juli, jadi ada rentang waktu 7 hari perusahaan memberikan solusi atas apa yang karyawan tuntut jika tidak maka akan ada aksi demonstrasi dan mogok kerja besar-besaran,” ungkapnya, Sabtu (3/7).
Menurut Aliman, ada 7 tuntutan yang telah disampaikan pihaknya kepada PT. WHW-AR diantaranya yang pertama mengenai pihak perusahaan yang wajib membuat struktur dan skala upah serta menjalankan mulai dibulan Juli 2021 sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di dalam kesepakatan bersama.
Kedua, jika managemen perusahaan tidak membuat struktur skala upah sesuai kesepakatan bersama maka struktur skala upah yang disusun dan dibuat oleh pihak SBSI untuk dapat dijalankan menjadi acuan struktur skala upah seluruh karyawan PT. WHW-AR.
Ketiga membayar kelebihan jam kerja atau lembur bagu karyawan dengan sistem mekanisme cuti 6:1 sesuai dengan aturan perundang-undangan lantaran ada ratusan karyawan yang belum dibayarkan kelebihan jam kerjanya, keempat meminta penyelesaian perkara terhadap karyawan Indonesia dan Tenaga Kerja Asing (TKA) China sesuai peraturan dan hukum yang berlaku di Indonesia dengan mempertimbangkan rasa berkeadilan.
Kelima mengusut tuntas perselisihan kasus pelecehan yang dilakukan oleh TKA China terhadap salah satu karyawati Indonesia di dalam lingkungan perusahaan, keenam meminta perusahaan melakukan pembayaran tepat waktu terhadap benefit-benefit karyawan yang telah disepakati sebelumnya namun belum semuanya terbayarkan serta ketujuh meminta perusahaan menjalankan seluruh aturan yang telah disepakati dalam perjanjian kerja bersama (PKB).
“Jika sampai tanggal 8 Juli apa yang jadi tuntutan kami tidak digubris atau tidak ada solusi maka dengan terpaksa kami pastikan akan melakukan demo dan mogok kerja yang diikuti ribuan karyawan, ini tentu berdampak pada pabrik yang akan tutup,” tegasnya.
Aliman menambahkan, kalau pihaknya meminta perusahaan untuk peka dan serius menanggapi tuntutan ini karena apa yang dituntut pihaknya merupakan hak-hak yang telah disepakati di dalam PKB oleh pihak karyawan dengan perusahaan sebelumnya.
“Yang paling krusial ini soal struktur skala upah yang sebelumnya telah disepakati dalam MoU bersama tertanggal 29 Desember 2020 unntuk disusun pada Januari hingga Juni 2021, namun nyatanya sampai Juli 2021 pihak managemen perusahaan tidak menyusun itu dan baru akan menyusun setelah adanya peringatan keras dari karyawan melalui serikat buruh,” jelasnya.
Padahal rentang waktu 6 bulan yang tertuang dalam kesepakatan bersama harusnya bisa digunakan perusahaan untuk menjalankan kewajibannya, namun nyatanya perusahaan terkesan mengingkarinya dan bahkan beralasan akan menggunakan jasa konsultan yang tentunya memakan waktu lama dan hal ini memicu adanya tuntutan dan ancaman mogok kerja para karyawan.
“Struktur skala upah ini penting karena mengatur soal gaji karyawan dari terendah hingga karyawan tertinggi dan ini sesuai dengan Permenaker Nomor 1 Tahun 2017 tentang syarat-syarat perusahaan melegalkan perjanjian kerja bersama. Selama ini persoalan gaji yang menggunakan struktur skala upah yang lama tidak jelas dan tidak beres karena menimbulkan kecemburuan sosial contohnya karena ada gaji pengawas yang sama dengan gaji pimpinan, ini menimbulkan konflik sehingga harus dibuat struktur skala upah baru sesuai kesepakatan bersama,” terangnya.
Aliman mengaku, persoalan lain yang juga tidak kalah pentingnya mengenai adanya TKA yang melecehkan karyawati atau pekerja wanita dengan mengirim voicne note yang melecehkan sehingga dinilai melanggar UU ITE dan diminta untuk dapat diberikan sanksi dan di deportasi dari Indonesia.
“Bukan cuma kali ini, dulu juga pernah terjadi makanya kita marah, giliran orang kita yang salah langsung diusir sedangkan TKA kesannya dilindungi. Tapi persoalan sudah diketahui aparat terkait dan akan segera di mediasikan untuk segera diselesaikan, dan kami tentu membuka ruang agar persoalan diselesaikan namun tetap TKA itu membayar denda serta di deportasi karena yang jadi korbannya anggota SBSI,” tuturnya.
Sementara itu, terkait dengan rencana mogok kerja, Direktur PT Well Harvest Winning Alumina Refinery, Boni Subekti berharap agar rencana tersebut tidak terjadi, diakuinya perusahaan senantiasa membuka diri untuk berkomunikasi dalam diskusi yang bertujuan mencari solusi terbaik.
“Kami meyakini bahwa Perusahaan telah melaksanakan kewajibannya terkait pembayaran hak-hak karyawan yang telah disepakati dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB-red). Berdasarkan catatan kami, tidak ada kesepakatan dalam PKB yang tidak dijalankan oleh Perusahaan, kalaupun ada, maka hal tersebut berkaitan dengan teknis administrasi yang prosesnya membutuhkan waktu,” katanya.
Oleh karenanya, Boni menerangkan kalau perusahaab telah menjalankan amanah yang telah ditetapkan dalam peraturan perundangan-undangan di Negara Republik Indonesia khususnya dibidang Ketenagakerjaan. Termasuk terkait tuntutan PK-SBSI dan FSBSPK yang meminta kepada Perusahaan untuk menyusun struktur dan skala upah, sementara pada kenyataannya, Perusahaan telah memiliki struktur dan skala upah yang ditetapkan melalui SK Direksi pada bulan Desember 2020, hal ini sesuai dengan Undang-Undang Cipta Kerja No 11 Tahun 2020 dan peraturan turunannya dalam Peraturan Pemerintah No 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang menyatakan bahwa struktur dan skala upah merupakan kewajiban dan kewenangan Perusahaan.
“Namun demikian, Perusahaan berkomitmen untuk meninjau kembali struktur dan skala upah tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku. Komitmen Perusahaan telah kami sampaikan sebelumnya kepada PK SBSI melalui surat resmi dan pertemuan-pertemuan yang kami adakan dengan PK SBSI. Dengan demikian anggapan bahwa Perusahaan tidak bersedia menyusun struktur dan skala upah adalah hal yang tidak benar dan tidak mendasar karena Perusahaan telah memberitahukan secara resmi kepada PK-SBSI bahwa Perusahaan akan menggunakan pihak konsultan agar proses struktur dan skala upah yang dilakukan benar-benar didasarkan atas kondisi keuangan dan produktivitas Perusahaan. Meski demikian, Perusahaan senantiasa membuka diri untuk berkomunikasi dengan PK SBSI dan FSBSPK agar tercipta solusi terbaik,” jelasnya.
Sehubungan dengan adanya dugaan kasus pelecehan seksual yang dilakukan Tenaga Kerja Asing, Boni mengaku kalau perusahaan sangat menyesalkan kejadian tersebut dan bila benar adanya tentu akan diproses sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
“Perusahaan akan memberi sanksi tegas kepada yang bersangkutan apabila terbukti melakukan hal–hal yang tidak mencerminkan nilai-nilai perusahaan,” ungkapnya. (wan)